Mengenal Frekuensi Bass Bagian Pertama.
Evolusi ,fakta dan teori tentang speaker subwoofer dan frekuensi rendah dari spektrum frekuensi. Ketika kita berbicara tentang frekuensi bass , umumnya kita akan berkutat diantara frekuensi dibawah 250 Hz, namun kita akan lebih berfokus pada frekuensi sub bass yg berkisar antara 20 sampai 100 Hz.
Umumnya, telinga manusia kurang sensitif pada frekuensi dibawah 100 Hz, inilah sebabnya bagian ini membutuhkan perhatian khusus.
Merujuk pada sebuah sound system standar atau sepasang speaker monitor studio, kebanyakan darinya memiliki frekuensi yg turun ke angka tertentu sesuai dengan peruntukannya, namun keduanya akan selalu diuntungkan dengan penambahan sistem subwoofer untuk meningkatkan reproduksi suara bass yg lebih rendah. Desain sistem amplifikasi untuk mentenagai subwoofer selalu lebih besar dibanding yg dibutuhkan oleh frekuensi rentang tengah sampai tinggi , dan komponen woofer untuk subwoofer selalu lebih besar (umumnya berdiameter 15 atau 18 inci ) dari bagian frekuensi yg lebih tinggi.
Kesalahan pemahanan konsep yg biasanya terjadi adalah anggapan bahwa speaker yg lebih besar dibutuhkan untuk menghasilkan suara frekuensi rendah , namun pada kenyataannya adalah sebaliknya, headphone dan earphone adlaah buktinya. Namun, yg menjadi masalah adalah media penghantar yg menjadi sarana suara untuk bergerak. Udara adalah konduktor getaran yg relatif efisien, dan getaran bass relatif lambat. Jadi, diperlukan daya yg lebih besar untuk menghasikan suara bass yg dapat mengimbangi level dari korespondensi frekuensi yg lebih tinggi. Singkatnya, jika kita tinggal didalam air, dengan sebuah woofer 2 inci yg relatif berdaya rendah akan cukup mumpuni untuk menghasilkan level frekuensi turun ke 20 Hz.
( Gambar ) Komponen woofer dengan suspensi akustik pertama didunia yg diciptakan oleh Edgar Villchur pada tahun 1954. Subwoofer AR1 membuat debutnya pada pameran New York Audio Fair dan langsung masuk kedalam tahapan produksi dibawah perusahaan bernama Acoustic Research. Desain woofer ini memanfaatkan bantalan udara elastis diantara sebuah bidang tertutup untuk mendapatkan daya linear untuk diafragma dari woofer, yg mana dapat menghasilkan frekuensi bass yg lebih kencang dan lebih bersih.
Speaker yg mampu mereproduksi frekuensi dibawah 100 Hz dengan tingkat volume yg mumpuni dan distorsi yg minimal menjadi umum pada era 1960an dan 70an , namun masih jarang digunakan seperti saat ini (contoh konser, studio recording dan sistem speaker hifi rumahan). Aplikasi utamanya masih untuk sistem tata suara bioskop.
Salah satu pendekatan yg disebut dengan Sensurround, yg merupakan sebuah proses yg dikembangkan oleh Cerwin Vega bersama dengan Universal Studios yg menggunakan beberapa unit speaker subwoofer aktif yg ditenagai oleh sistem amplifikasi audio 500 watt dan dipicu oleh kontrol tonal yg dicetak pada trek audio dari sebuah film untuk menghasilkan energy suara antara 17Hz dan 120 Hz.
Aplikasi yg paling terkenal dari Sensurround adalah untuk menambahkan elemen “realisme” kedalam film Earthquake di tahun 1974. Metode pengaplikasian frekuensi rendah ini membuat film ini sukses besar dan membuat sistem penataan subwoofer menjadi populer. Dan film ini memenangkan penghargaan Academy Award dalam kategori Sistem Tata Suara Terbaik.
Diagram dari sirkuit generator Sensurround pseudorandom untuk menghasilkan gemuruh frekuensi bass.
Salah satu alasan utama kenapa speaker subwoofer jarang digunakan di rumah adalah karena terbatasnya media pemutar musik di saat itu ( pemutar piringan hitam).
Suara bass yg kencang dan dalam sulit dihasilkan karena kemamapuan jarum stylus untuk membaca lekukan ,bahkan jumlah bass yg berkadar sedang akan membuat jarum itu bergerak berlebihan sampai eloncat keluar dari lekukan. Suara bass yg akurat dan dalam belum dimungkinkan sampai lahirnya pita kaset sebagai media, yg lalu diikuti dengan munculnya cakram CD.
Pada awal permulaan dari sound system konser, tidak ada kebutuhan yg terlalu mendesak untuk suara bass yg buat dan kuat. Sebagai gambaran , mari kita lihat kembali dua buah instrumen musik yg umumnya keluar dari speaker subwoofer pada musik rock tradisional berbasis gitar yakni kick drum dan gitar bass.
Jika kalian berdiri dekat dengan sebuah set drum yg sedang dimainkan, kalian mungkin akan menyadari bahwa kick drum tidaklah se ngebass itu. Kick bass menggerakkan sejumlah udara , dan memiliki kadar bass yg paling banyak dibanding bagian lainnya didalam set drum, namun jelas kick drum ini tidak memiliki suara tendangan yg “terasa di dada” seperti yg kalian rasakan di depan sebuah sound system. Suara ini adalah sebuah konstruksi artifisial buatan yg dibangun dari mikrofon yg menangkap suara drum yg lalu disesuaikan untuk menangkap frekuensi bass , seringkali ini digunakan dengan cara yg tidak proporsional.
Gitar bass elektrik standar memiliki 4 senar yg disetem turun satu oktaf dari 4 senar gitar. Senar ini lalu bergetar pada frekuensi 41, 55, 73 dan 98 Hz, dengan hasil suara yg spesifik tergantung dari sistem amplifikasi bass. (Sangat sedikit ampli bass yg mampu menghasilkan 41 Hz, faktanya kebanyakan malah sulit turun dari 80 Hz dengan level yg cukup.) Kebanyakan dari kta memanfaatkan pendekatan teknis seperti menggunakan DI boks atau menangkap suara dari ampli bass menggunakan mikrofon untuk mengeluarkan frekuensi rendah itu.
Intinya, kita terbiasa meningkatkan kadar frekuensi rendah dari sebuah instrument musik untuk membuat suara yg kita inginkan.
Suara ini adalah produk dari proses evolusi yg dicapai melalui sebuah kombinasi teknik produksi, perkembangan teknologi amplifikasi dan speaker serta ekspektasi dari para musisi dan pendengarnya.
Namun kenapa kita lebih suka dengan suara bass yg penuh dan dalam didalam musik? Merujuk ke hasil riset yg dilakukan oleh Laurel Trainor di Institut Musik dan Pikiran McMaster Ontario, Canada, telinga kita lebih cerdas merasakan perbedaan waktu pada frekuensi rendah dibanding frekuensi tinggi. Penelitian ini menunjukkan bahwan efek ini muncul dari mekanisme psikologis dari telinga dan bukan dari pusat persepsi dari otak kita. Ini menunjukkan bahwa kita sangat bergantung kepada konten frekuensi rendah dari musik untuk membantu kita masuk kedalam ritme dan selanjutnya ini juga menunjukkan seberapa pentingnya bagi para insinyur sistem tata suara untuk membuat suara bass yg baik dan benar, terutama untuk musik berjenis dansa.
Dan satu lagi faktor penting yg berkontribusi untuk pengalaman menikmati frekuensi rendah yakni suara bass terasa hampir sama seperti kedengarannya. Jumlah pergerakan aliran udara pada frekuensi rendah beresonansi di dada kita dan menambahkan elemen yg mendalam. Sama seperti sistem Sensurround yg kita bahas sebelumnya, hal ini membantu menempatkan kita kedalam dimensi suara dan menambah kenikmatan dari musik itu sendiri.
Jadi ,bagaimanakah caranya untuk mendapatkan sebuah sistem sub bass yg terbaik? Hal yg pertama untuk kalian pertimbangkan adalah lebih banyak unit subwoofer tidak serta merta menjadi pilihan yg lebih baik. Ada perbedaan besar antara tingkat level yg memberikan kesenangan dan yg membuat mual . Cakupan bass jarang sekali bisa rata di semua area pertunjukan, jadi kalian perlu memahami bagian dimana yg mendapatkan energy bass maksimum dan lalu menyesuaikan levelnya, yg perlu diingat juga adalah level yg kalian terima di FOH tidak selalu menggambarkan sebaran suara di keseluruhan area pendengar.
Salah satu faktor utama penyebab suara bass yg kacau dan becek adalah energi bass yg tidak berada pada tempatnya. Ini dapat dihindari dengan beberapa cara. Pertama adalah pemilihan mikrofon dan peletakannya , memilih dan meletakkan mikrofon yg tepat adalah cara terbaik untuk memastikan hasil keluaran suara yg diinginkan. Dan juga hati hati dengan mikrofon yg meghasilkan efek jarak dekat ,dengan mengetahui kapan menggunakannya dan kapan menyingkirkannya akan sangat membantu kalian untuk mendapatkan suara bass yg renyah dan bersih dari sumber suara yg ditangkap oleh mikrofon.
Kalian juga bisa memanfaatkan fitur penyaringan high pass, yg berfungsi untuk dua tujuan penting. Ini membantu mengurangi bocornya jumlah frekuensi rendah , yg sering sulit dihindari ketika beberapa unit mikrofon saling berdekatan, dan ini juga dapat membantu mengurangi tertutupnya frekuensi yg selalu muncul contohnya gitar yg menutupi suara bass. Dan jika cara ini tidak berhasil, kalian bisa menggunakan metode sub melalui aux yg menyediakan kontrol yg lebih luas untuk mendapatkan sinyal yg kalian ingin keluarkan di sub.
Kadang kadang, terutama di panggung skala kecil, masalah yg sering muncul adalah kurangnya tenaga bass. Disinilah kalian perlu untuk memahami ilmu psikoakustik.
Ada fenomena menarik yg disebut dengan Missing Fundamental atau dasar yg hilang ,dimana kita mendengar overtone dari suara namun bukan frekuensi yg mendasarinya (ini umumnya dikarenakan sound system yg digunakan tidak mampu turun sejauh itu). Pada keadaan yg benar, otak kita memproses informasi yg ada di suara overtone dan mengisi celah yg ditinggalkan oleh frekuensi dasar jadi kita seolah olah tetap mendengar dan merasakannya walaupun itu tidak ada.
Prinsip ini sering digunakan ketika sebuah sistem tata suara memiliki suara bass yg kurang mantap. Kuncinya adalah jangan hanya mendorong bagian atas dari suara bass namun kurangi juga konten frekuensi rendahnya , yg mana akan memberikan bonus agar sound system kalian tidak membuang buang tenaga untuk memproduksi frekuensi suara yg tidak mampu ditanganinya.
Semoga sedikit bahasan ini dapat membantu kalian untuk mendapatkan pemahaman baru akan pita frekuensi yg kadang sering dikesampingkan. Pada akhirnya , jika kalian ingin membangun sebuah hasil campuran audio yg kokoh, mulailah dengan fondasi dasar yg kuat.